MENGENAL TEMPAT WISATA DI LAHURUS – LASIOLAT
(Puplius MBL Berek)
Wisata Gunung Lakaàn
Lahurus dan kecamatan Lasiolat (seperti juga kecamatan Lamknen, Lamaknen Selatan, Raihat dan Tasifeto Timur) teretak di kaki gunung Lakaàn. Gunung yang merupakan ikon kabupaten Belu ini sering juga dikenal dengan nama adat: Manuaman Lakaan (Sa kmanek kmesak – Bau Dini Kmesak, Rai husar - Rai binan). Dalam cerita (mitos) orang Belu, gunung ini merupakan tempat asal mula leluhur asli orang Timor yang turunannya kemudian kawin dengan para pendatang di Belu lalu menyebar memenuhi wilayah Belu dan Timor. Dari puncak Lakaàn kita bisa menikmati pemandangan yang indah sampai ke batas Laut utara dan Selatan. Di sini juga telah disediakan dua tempat wisata rohani dengan patung Bunda Maria (Ema Belu nian Naì Feto) dan patung hati kudus Jesus sebagai Rai Belu nian Nai Loro Liurai. Para pengunjung bisa juga mengisi waktu di tempat ini dengan berdoa ataupun merayakan ekaristi.
Untuk mencapai puncak Lakaàn ada beberapa rute yang bisa ditempuh. Rute terdekat dan termuda adalah dari padang Fulanfehan di wilayah Lamaknen Selatan. Rute lainnya adalah dari Lahurus (bisa melalui desa Lakanmau lalu putar ke arah Balokama, atau dari tempat strat yang lasim di kampung Maulakak di desa Dualasi - Raiùlun – ke atas bukit Lakmau lalu ke dataran Balokamafehan). Tentu ada orang yang ingin mencari tantangan dan mendaki langsung dari arah bukit Kotamutin. Tapi medan yang berat di rute ini sangat membahayakan keselamatan dan hanya boleh didaki dengan para pengantar yang mengenal baik rute ini.
Untuk pulang bisa ditawarkan satu rute menarik tapi juga menantang, menyusuri punggung perbukitan sebelah barat (kira-kira sejajar dengan perkampungan Maudemu-Beisurik) – lalu turun ke sungai Mota Harewe – menyusuri kaki bukit Kotamutin ke arah sungai Motaklot lalu naik ke arah kampung Weklekat di desa Lakanmau lalu kembali ke Lahurus.
Benteng Kotamutin
Saat penjajah Portugis datang ke daerah Timor bagian tengah, penguasa dan sebagian penduduk Fialaran masih menetap di perbukitan Dualasi-Lasiolat dan di sekitar daerah Baiboke – We Knuk. Penjajah Portugis kemudian meminta izin untuk menetap juga dan mendirikan gereja di Baiboke. Tetapi karena kecemasan bahwa ema mata makerek (malae mutin) tentu akan merebut kekeuasaan di Fialaran, penguasa Fialaran-Lasiolat kemudian menolak mereka dan menyuruh mereka pergi ke lereng gunung Lakaan. Mereka kemudian mendirikan perkampungan dengan benteng mereka di atas bukit yang kemudian dinamakan Kotamutin Ren (artinya: bukit perkampungan orang kulit putih).
Di tempat ini masih ditemukan satu Benteng dan 2 buah meriam. Tempat ini pernah didaftar menjadi salah satu Situs sejarah dan wisata kabupaten Belu, tetapi nasibnya kini sangat memprihatinkan.
Ksadan Fatulotu, Ksadan Fatubesi, Ksadan Loò Has
Ksadan merupakan kompleks bangunan tua, terletak di atas bukit dan biasanya dikelingi pagar batu. Dulunya Ksadan merupakan tempat konsentrasi pemerintahan adat, tempat pertemuan para pemimpin kerajaan. Tiga Ksadan yang masih terpelihara di Lasiolat-Lahurus adalah: Ksadan Fatulotu, Ksadan Meo no Kaà - Ksadan uma kukun Fatubesi dan Ksadan tua Loò Has.
Ksadan tertua adalah Ksadan Loò Has, yang terkenal dengan politik pemerintahan Bei Manlima dan masih ditempati sampai pada waktu pemerintahan Ato Nahak - Suri Berek. Lapangan umumnya (tempat berpesta/halo dahur) adalah dataran Halibaki – sekarang lapangan kecamatan Lasiolat sekarang. Di ksadan ini pernah terjadi perundingan untuk menyelesaikan persaingan politik antara penguasa Fialaran yang menetap di bukit Bauho dan dan yang menetap di Lasiolat. Persaingan ini diselesaikan dengan futu manu (taji/sabung ayam) antara aman Silole dan aman Silasi. Bauho menang, di sini ditetapkan gelar penguasa Fialaran dari Lasiolat sebagai Loro Rai Nain – Loro Foho Nain dan Bauho sebagai Loro Foho Leten – Loro fatuk Dikin. Turunan Ato Nahak – Suri Berek kemudian memindahakan tempat pemerintahan ke Fatulotu. Di sini dibangun Ksadan agung Fatulotu yang tetap dihuni sampai masa pemerintahan Nai Faru Berek. Sedangkan Ksadan Fatubesi mulanya dibangun sebagai Ksadan Meo no Kaa (sebagai tempat pertemuan para panglima perang Fialaran). Dua peristiwa perang yang sangat erat kaitannya dengan Ksadan ini adalah Perang Lakmau dibawa pimpinan Meo besar Rai Dikur Suri (Suri Asten) dan perang Kowa – Railekis dibawa pimpinan pahlawan wanita Meo Baru Bauk. Ksadan ini sampai sekarang masih terpelihara dengan sangat baik.
Wisata alam dan rohani Rai Lahurus
Lahurus (dari kata la borus) terletak di tengah wilayah Fialaran dan Lasiolat. Keindahan dan kesejukan Lahurus merupakan daya tarik bagi banyak orang untuk mengunjungi tempat ini. Bahkan penjajah Portugis dulu pernah mendirikan tempat peristirahatan di Lahurus (Irimida) dan para Misionaris memilih Lahurus untuk menjadi pusat misi Katolik di Timor. Ada beberapa tempat yang menarik untuk dikunjungi di Lahurus. Tempat Pertama tentunya sumber Air Lahurus yang kini dialirkan juga sampai ke kota Atambua. Legenda munculnya air Lahurus sangat erat kaitannya dengan peristiwa pengusiran anggota Suku Melus. Air ini di-faen (dibeli) Secara mistis-adat dari we lulik (sumber air suci) di Turiskain Weroat – Korluli Bau Saèn (di Distrik Bobonaro, Negara Timor Leste). Sebagian besar orang Lahurus tentu menggantungkan kehidupan mereka pada jasa sumber air Lahurus. Daerah persawahan bertingkat di sekitar sumber air ini sangat indah untuk dinikmati. Tidak jauh dari Lahurus ada juga air terjun Ruwele dan danau Debu Bot yang belum dijamah/ditata secara baik. Semuanya tentu merupakan aset wisata yang menanti jamahan tangan-tangan kreatif. Selain wisata alam ada juga wisata rohani, di antaranya gereja tua yang terbuat dari batu alam. Gereja St. Petrus Lahurus ini merupakan induk bersejarah dari gereja-gereja di Timor Barat. Tugu kenangan Misi Jesuit (SJ) dan Serikat Sabda Allah (SVD) berdiri megah di samping gereja. Di sana berdiri juga satu biara tua, biara susteran SSpS pertama di Timor. Tidak jauh dari tempat ini ada gua Maria Ratu Rosario Fatubesi yang dipahat pada batu karang di bawah rimbunan pohon beringin. Di Raman Krus (0,5 KM dari sentrum Lahurus ) masih berdiri megah Salib dengan dua kayu palang yang ditanam oleh para pengikut St. Farnsiskus Xaverius (ket. di dekat tempat ini telah didirikan SMUK Mgr. Gabriel Manek svd). Salib itu ditemukan kebali oleh para misionaris Jesuit saat mereka menjelajah daerah Fialaran. Kira-kira 1,5 KM ke arah barat ada kampung tua Ailomea, yang telah berubah menjadi satu tujuan siarah di Timor. Di Ailomea pernah berdiri kapela pertama dari para misionaris Jesuit (sebelum pindah ke sentrum Lahurus). Kampung ini adalah tempat kelahiran Mgr. Gabriel Manek svd imam dan uskup pribumi pertama di Nusa Tenggara dan pendiri tarekat suster PRR. Di tempat ini telah didirikan satu biara PRR dengan kapela dan museum yang megah. Dan tidak jauh dari Ailomea, ada juga salib kenangan di Lafuli, tempat di mana para misionaris Jesuit bertemu dengan raja guna meminta izin untuk bermisi di Fialaran dan sekitarnya.
Inilah sedikit gambaran singkat mengenai Lahurus (Lasiolat) di jantung Fialaran. Selamat mengenal dan selamat datang di Lahurus. Tanah leluhurmu menanti kedatanganmu.
Kommentiere diesen Post …