Overblog
Edit post Folge diesem Blog Administration + Create my blog

Über Diesen Blog

  • : MANUAMAN LAKAAN NAIN - SANG PESIARAH
  • : My own writings - about: culture and anthropology, philosophy and theology,history, religion etc., in indonesian, german, english and Tetun (Timor), etc. Seperti gado-gado - wie gemischter Salat - semuanya dapat dibaca dalam blog in - also alles in Allem .... enjoy aja - viel Spaß dabei -
  • Kontakt

Profil

  • MANUAMAN LAKAAN - (LORO BEREK)
  • Mag. Theol. Puplius M. Buru Loro Berek alumnus STFK Ledalero, alumnus universitas Wina-Austria. Berkarya di Austria. Kontak: pupliusmeinrad@yahoo.com
Interesse: sejarah-budaya, Lingkungan hidup,  Keadilan HAM perdamaian - Filsafat - teologi
  • Mag. Theol. Puplius M. Buru Loro Berek alumnus STFK Ledalero, alumnus universitas Wina-Austria. Berkarya di Austria. Kontak: pupliusmeinrad@yahoo.com Interesse: sejarah-budaya, Lingkungan hidup, Keadilan HAM perdamaian - Filsafat - teologi

Suchen

Archiv

21. Mai 2014 3 21 /05 /Mai /2014 00:02

TERSESAT SEMALAM DI TEMPAT PARA LELUHUR

(Satu kisah kecil dari Lakaan, awal september 2011)

 

                       PICT0174.jpg LAKAAN. Semua orang Belu pasti tahu Lakaan – nama gunung tertinggi di Belu. Kisah-kisah tua leluhur mewariskan tempat ini sebagai asal-usul penghuni Timor. Ada  kisah Turu-Monu: leluhur pertama orang Belu diturunkan di Lakaan sebagai titisan (bdk. kisah Laka Loro Kmesak – Kfau Funan Kmsak atau kisah Buik Ikun Lalean). Turunan mereka dinamakan ema rai nain – ema foho nain. Mereka kemudian bercampur dengan ema Bada-Dina, ungkapan untuk  suku-suku yang datang kemudian dari seberang lautan (bdk. kisah Sina Mutin Malaka). Terlepas dari kisah-kisah tersebut, dalam tradisi orang Belu gunung Lakaan merupakan situs paling keramat dalam religiositas asli mereka, tempat penyembahan wujud tertinggi, tempat hunian para arwah dan tempat menimba kekuatan magis.. Kisah-kisah magis-mistis tentang gunung Lakaan menarik banyak orang setiap tahun ke sana. Ada yang sekedar untuk menikmati keidahan Rai Belu, ada yang berziarah memohon berkat Penguasa alam semesta, ada yang bermeditasi guna mencari kontak dengan alam gaib dan ada juga yang ingin menapaki kembali jejak-jejak leluhur.

           DSC05699 PENGALAMAN PENDAKAIAN DI AWAL SEPTEMBER 2011. Jumlah kami sebenarnya 12 orang, terbagi dalam 2 kelompok. 9 orang termasuk Pater Edy Nurak (misionaris Kolumbia) dan saya mendaki sampai puncak Lakaan. 3 orang lainnya mengambil rute depan dan akan menunggu kami di Mota Harewe, di dekat bekas benteng Portugis, di kaki bukit Kotamutin. Mereka membawa serta perlengkapan tidur dan bekal untuk makan malam, karena kami berencana untuk bermalam di sana. Sehabis makan siang kami diantar dengan sepeda motor menuju Maulakak di desa Dualasi-Raiulun, persis di Anin Nawan, titik tertinggi antara Lahurus dan Welulli.  Dari situ kami memulai pendakian. Setelah menaklukan bukit Lakmau kami berlari riang di atas padang rumput kering dataran tinggi yang terhampar hingga ke Balokama dan Fulanfehan. Guna menghemat waktu kami menghidari dataran Balokama, kami langsung menerobos semak belukar menuju titik pendakian terdekat. 

DSC05718PENDAKIAN YANG MELELAHKAN. Setelah hampir tiga jam perjalanan kami beristirahat sejenak, memulihan tenaga sebelum memulai pendakian yang sebenarnya. Ada yang mengisi botol dan jerigen dengan air segar. Setelah semuanya siap kami berjalan lagi. Medan makin menanjak, kadang kemiringan  mencapai 70 derajat, di sana-sini tampak jurang yang menakutkan. Semakin  tinggi posisi kami rimbunan pohon kayu putih  makin menipis, hembusan angin gunungDSC05723 semakin kencang. Di kejauhan, di belakang tampak pepucuk pohon Ampupu yang menjulang. Sesekali burung Lakukmir (sejenis burung rajawali, pemakan tikus atau ular yang aktif pada malam hari) terbang meninggalkan persembunyian di lubang-lubang pohon karena  terusik keributan. Kadang kami memetik dan mencoba mencicipi strawberry Lakaan yang telah matang. Medan yang semakin menanjak dan cuaca yang semakin dingin memaksa kami  beristirahat hampir setiap 10-15 menit.

DSC05732RAI BELU NIAN NAI FETO. RAI BELU NIAN LORO-LIURAI.  Setelah pendakian yang melelahkan sekitar dua setengah  jam, tampaklah puncak tertinggi kebanggan orang Belu itu. Sejak lama Gunung Lakaan telah dijadikan juga tempat siarah bagi umat katolik sekitarnya. Kira-kira 100M sebelum puncak tertinggi, berdiri patung sang bunda Tuhan dan ratu orang Belu, Bunda Maria dengan tangan terkatup, setia mendoakan anak-anaknya. Kami segera berhimpun di kaki bunda Tuhan, melantukan doa, lalu membuat beberapa foto. Lalu kami berlarian ke Puncak tertinggi. Pertama-tama kami menyalami Jesus sang raja semesta Alam. Di Puncak tertinggi Rai Belu berdiri patung hati kudus Jesus, sebagai lambang penguasa tertinggi Rai Belu, Rai Belu nian Loro-Liurai.

DSC05755KAMI TERSESAT. Setelah menyaksikan keindahan terbenamnya mentari dari atas puncak Lakaan, kami mulai beranjak pulang, sesuai rencana kami ingin menuruni perbukitan sebelah utara Maudemu dan Beisurik, untuk mencapai titik terrendah agar bisa turun ke Motaharewe, berjumpa dengan kelompok lain yang menanti kami di sana. Jarak pandang tidak terlalu jauh karena keadaan yang makin gelap. Sekitar jam tujuh malam, setelah sejam mencari-cari jalan yang benar, kami putuskan untuk mencoba menyusuri sebuah kali kecil di Lereng Lakaan. Dengan bantuan sinar rembulan dan  beberapa lampu senter kami bersusah-payah menuruni jurang yang kadang mencapai 7-8 M. Pohon-pohon pun ditebang untuk dijadikan tangga, sebagai ganti tali. Setelah sekitar 2 jam, kami sampai pada satu jurang yang tidak mungkin dilewati. Karena situasi yang gelap, kami coba menggulingkan sebuah batu besar untuk mengetahui kedalaman jurang tersebut. Tetapi kami tidak mendengar bunyi apapun, kami perkiran kedalam jurang itu mencapai 300-an M. Keadaan makin gelap.  Sang rembulan telah menghilang. Di depan kami ada jurang ratusan meter, di sisi kira dan kanan kami adaDSC05768.JPG tebing curam yang juga mencapai ratusan meter. Dari reaksi teman-teman, saya tahu bahwa mereka mulai cemas dan ketakutan. Waktu menunjukan pukul 9 malam, perut telah kosong, semua hampir kehabisan tenaga. Kami tidak punya bekal apapun, air minum pun telah habis.  Saya coba menenangkan dengan coba berunding. Saya tawarkan supaya kami beristirahat sebentar untuk memulihkan tenaga, sambil menadah air yang menetes dari celah-celah tebing batu. Setelah mengurangi dahaga dengan air gunung yang dingin, kami coba kembali ke arah puncak Lakaan, karena itulah satu-satunya jalan yang bisa kami tempuh. Setelah kembali mendaki sekitar 2 jam kami mencoba mengambil jalan lain. Kecemasan mulai hilang karena keadaan jalan setapak itu lumayan baik. Di kejauhan kami melihat cahaya dari perkampungan, mungkin Maudemu, Beisurik atau Takirin. Menjelang jam 1 dini hari kami tiba lagi di jalan buntu. Karena kehabisan tenaga, kedinginan, kelaparan, kami putuskan untuk mencari tempat untuk tidur menanti mentari pagi.

            DSC05775PENGELAMAN MISTIS-MAGIS DARI LAKAAN. Karena kecapaian teman-temanku langsung terlelap. Saya berusaha untuk tidur, tetapi suara-suara bising di sekeliling kami selalu mengusikku dan membuat aku agak ketakutan. Sesekali terdengar langkah seperti para tentara yang sedang berbaris melewati kami, sesekali ada  bunyi sesuatu berlari menerobos semak belukar atau seperti ada sesuatu terbang di atas kami. Sesekali saya membuka mata, coba mencari-cari  sumber bunyi itu dalam kegelapan. Bulu badan saya berdiri. „Ah mungkin itu tiupan angin yang menggoyang dedaunan, kera atau musing yang berlmpatan di atas pohon atau ada babi hutan yang sedang menerobos semak belukar“, pikirku untuk mengusir rasa takut. Akhirnya aku terlelap juga. Tiba-tiba seorang dari kami, yang tidur paling pinggir, melompat sambil berteriak histeris hendak berlari. Reaksinya itu disambut teman-temanku dengan teriakan yang menakutkan. Seorang dari kami melompat dan memegang dia yang hendak berlari. Lampu senter diarakan ke mana-mana, tapi kami tidak melihat sesuatupun yang asing. Saya menengkan mereka untuk tidak berteriak atau berlari dalam kegelapan, karena kami jauh dari perkampungan dan tempat kami tidur dikeliling jurang yang dalam. Mereka tidak mau tidur lagi. Kami membuat api unggun, duduk sambil bertukar cerita. Teman yang berteriak tadi menceritakan, ada satu sosok yang bertengkar dengan dia. Sosok itu  ingin merampas kain tidurnya. Mereka saling menarik merebut kain itu, dan tiba-tiba dia sadar lalu berteriak. Teman-teman lainpun mulai menceritakan keanehan yang mereka alami. Ada yang sempat tertidur lagi. Kira-kira jam 5 pagi kami bangun dan meneruskan perjalanan dalam keadaan kelaparan dan kehausan. Sekitar jam 9 pagi kami tiba di tempat tujuan, yang sebenarnya kami tentukan sebagai tempat bermalam. Bekal makan malam segera kami habiskan. Setelah beristirahat sejenak kami meneruskan perjalanan kembali ke Lahurus.

 

 

 

Diesen Post teilen
Repost0

Kommentare

C
Ini pengalamannya seru banget! Jadi penasaran dengan Atambua dan Gunung Lakaan ini.
Antworten
B
Lieber Pater Publius, Ich habe diese Blog gelesen. Danke fuer diese Article. Sehr Interresannt!
Antworten
B
Lieber Pater Publius, Ich habe diese Blog gelesen. Danke fuer diese Article. Sehr Interresannt!
Antworten